Wikipedia

Search results

Saturday, January 24, 2015

Welcome Era Digital Pendidikan

Era digital yang kini telah menjadi bagian kehidupan keseharian masyarakat, khususnya generasi muda memang akan mengubah pola kehidupan.  Termasuk pola belajar dan pola penyebaran informasi.  Saya meyakini, era kertas pelan tetapi pasti akan tergeser. 
Ketika kamus digital dapat diperoleh dengan mudah dan murah, misalnya dapat dimasuk ke dalam Gadget, maka kamus tercetak akan terancam.  Saya sendiri sekarang sudah jarang memegang kamus.  Jika memerlukan terjemahan dapat membuka “Pocket Dict” di Gadget.  Baru jika tidak memadai kemudian mencari kamus tercetak.
Tidak hanya itu.  Setahap demi setahap, jurnal, majalah, buku dan bahkan koran juga akan digeser oleh versi digital.  Jurnal ilmiah yang biasanya mahal karena jumlah cetakannya tidak banyak, kini sudah mulai beralih ke bentuk digital.  Perpustakaan dengan senang berlangganan jurnal online karena murah dan tidak memakan tempat.  Hampir semua koran sekarang sudah punya versi online.  Dan buku teks juga sudah mulai masih ke versi digital.   Jika itu terjadi, maka penyebaran informasi benar-benar melalui versi baru yaitu digitalisasi informasi.
Apa dampaknya pada pendidikan?  Sangat besar.  Bahkan sangat-sangat besar, sehingga akan mengubah secara total pola pembelajaran dan pola pendidikan.  Itulah tantangan yang kini harus dipikirkan oleh setiap orang yang merasa sebagai ahli dan pemerhati pendidikan.  Pendidikan yang menggunakan era digital sebagai wahana pendidikan.

Saya membayangkan, anak-anak SD sudah pandai membuka internet, mencari informasi yang dibahas bersama guru dan teman sekelasnya.  Informasi itu dibandingkan, dikategorikan dan dianalisis kemudian diambil kesimpulan.  Misalnya anak kelas 3 SD sedang membahas “burung merpati”.  Mereka mengunduh berbagai informasi tentang burung merpati, jenisnya, ukurannya, makanannya, bagaimana bisa terbang dan sebagainya.  Berbagai informasi itu kemudian dibanding-bandingkan, dikategorikan, dianalsisis dan disimpulkan.

Mereka bekerja secara kelompok dengan dibimbing oleh guru.  Guru memberikan panduan, berupa pertanyaan pengungkit (probing question) untuk mendorong siswa berpikir dan mencari jawabannya.  Peran guru tidak memberi informasi tetapi mendampingi dan mengarahkan bagai siswa mencari informasi.  Ketika siswa harus membandingan dan mengkategorikan informasi, peran guru mendampingi dan mengatakan “apa harus begitu?”  “apa tidak ada cara lain?”  “apa tidak boleh begini?” Dan seterusnya, sampai siswa menemukan jawaban dan dia mengatakan “ya saya menemukan jawabannya”.

Bukankah pola kerja seperti itu yang dilakukan orang dewasa saat bekerja?  Bukankah pola pikir seperti itu yang diterapkan para ilmuwan saat melakukan penelitian?  Jadi dengan pola belajar seperti di atas, sebenarnya siswa sedang belajar bagaimana cara belajar/bekerja yang baik,Dan yang terpenting siswa belajar mencipta sesuatu yang baru bukan hanya sekedar User.

Filsafat “ Entahlah “..

Sebuah dilema yang selalu kita alami adalah mencintai seseorang, tapi takut kehilangan dirinya. Dilema ini berlangsung seiring denga...