Menurut Ibnu At-Thoilah
manusia mempunyai dua mata, yaitu mata Zahiriyah dan mata batin, mata Zahir
berfungsi untuk melihat hal-hal yang sipatnya fisik, sedangkan mata batin
berguna untuk melihat hal-hal metafisik. Mata Zahiriyah termasuk dalam susunan
tubuh manusia,
Mata Zahiriyah terbentuk dari susunan daging dilindungi oleh tulang dan rambut yang berada di bagian muka manusia, Dalam proses mencari kebenaran mata Zahir berfungsi untuk membuktikan suatu kebenaran dengan cara dilihatnya atau disaksikan dengan mata Zahir, misalnya si pulan mengatakan bahwa di kota A ada banguanan tua peninggalan belanda lalu si pulanah pun pergi ke kota A untuk membuktikan perkataan si pulan, apabila pulanah melihat bahwa di kota A ada bangunan tua maka perkataan si A benar, dan bila di kota a tersebut tidak ada bangunan tua maka perrkataan si pulan salah.
Itu adalah
salah satu fungsi dari mata Zahir untuk membuktikan kebenaran sebuah pernyataan.
Mata dzahir tidak akan berfungsi bila mata tersebut sedang sakit dan tidak ada
pencahayaan, bila tidak ada cahaya maka ia tidak akan bisa melihat apa-apa.
Fungsi mata sangat dipengaruhi oleh kesehatan tubuh dan pencahayaan terhadap
objek yang dilihat.Mata Zahiriyah terbentuk dari susunan daging dilindungi oleh tulang dan rambut yang berada di bagian muka manusia, Dalam proses mencari kebenaran mata Zahir berfungsi untuk membuktikan suatu kebenaran dengan cara dilihatnya atau disaksikan dengan mata Zahir, misalnya si pulan mengatakan bahwa di kota A ada banguanan tua peninggalan belanda lalu si pulanah pun pergi ke kota A untuk membuktikan perkataan si pulan, apabila pulanah melihat bahwa di kota A ada bangunan tua maka perkataan si A benar, dan bila di kota a tersebut tidak ada bangunan tua maka perrkataan si pulan salah.
Mata hati adalah mata yang
terdapat dalam hati, hati disini bukan hati segumpal daging yang ada di tubuh
manusia, hati disini bersipat metafisik yang tidak bisa di uraikan secara
fisik, hati dan mata hati termasuk dalam hal-hal perkara gaib Ibnu At-Thoilah
mengistilahkannya dengan Latifah Rabbaniayah atau hal-hal yang menjadi rahasia
Tuhan. Mata hati berfungsi untuk melihat perkara-perkara yang ghaib atau
perkara yang tidak bisa di uraikan dengan fisik. Mata hati di istilahkan oleh
Ibnu At-Thoilah dengan Bashiroh. Apabila mata hati sehat maka ia bisa melihat
keagungan Tuhan dan bisa mendekatkan hati dengan Tuhan, mata Zahir berguna
untuk melihat fakta sedang mata batin melihat makna di balik fakta.
Objek di dunia ini bisa di
lihat dari dua sisi, sisi zahiriyah dan batiniyah, misalnya bila kita melihat
gula maka kita melihat butiran yang berwarna putih, lalu butiran itu di letakan
di lidah, maka akan terasa bahwa benda itu berasa manis, ketika kita merasakan
kemanisan gula itu merenungkan seolah-olah kita memandang sesuatu yang tidak
ada di hadapan mata kita. Proses merenungkan itu adalah kinerja mata hati dalam
memandang sesuatu, mata hati memberikan fakta bahwa gula adalah butiran putih
dan mata hati memberi makna manis, jadi gula itu adalah manis, kata manis tidak
bisa di gambarkan dengan sesuatu yang materil, ketika mata dzahir melihat
pedang maka mata hati memberi makna tajam, ketika mata dzhir melihat garam mata
batin memberi makna asin, mata hati yang hanya bisa memberikan makna gula itu
manis, pedang itu tajam, garam itu asin, mata hata seperti ini masih dikatakan
sebagai mata hati yang buta, mata hati yang terbuka adalah mata hati yang mampu
melihat keagungan Tuhan disemua benda yang dilhat.
Kekuatan mata hati tergantung
dari kesehtan hati itu sendiri apabila hatinya sehat maka mata hati akan
semakin kuat menyaksikan hal-hal yang sipatnya gaib, mata hati juga tidak akan
berfungsi jika tidak ada cahaya yang meneranginya, cahaya mata hati adalah
ketika hati selalu dihadapkan kepada Allah SWT dan selalu berinteraksi dengan
petunjuk Allah yaitu Al-Quran dan Hadist, yang menutup mata hati untuk
menyaksikan kegaiban adalah nafsu, maka untukhmembuka mata hati terlebih dahulu
kita harus menundukan nafsu kepada Allah, kekuatan mata hati ada beberapa
tingkatan.
Tingkat pertama mata hati
yang melihat keagungan Allah disetiap objek yang dilihat oleh mata Zahir,
ketika melihat bunga maka ia tidak hanya takjub dengan melihat bunga tersebut
tetapi akal dan pikirannya langsung bertafakur mengenai keagungan Allah dalam menciptakan
keindahan di alam dunia maka tatkala ia merenung ia akan merasa kecil di
hadapan Allah dan selalu mengucapkan subhanallah ketika melihat
kejadian-kejadian di alam dunia. Mata dzahir melihat fakta mata batin
memberikan makna terhadap apa yang diligat oleh mata zahir dan itu tergantung
dari kesehatan hati manusia, semakin sehat maka ia akan mendapatkan makna
semakin dalam sampai kepada sebuah hakihat dari alam semesta, mata hati tidak
bisa menguraikan secara materil apa yang disaksikan oleh mata hati,maka ia
memerlukan sebuah perumpamaan untuk menguraikan makna, seperti makna hakikat
dunia menurut mata hati bahwa dunia itu adalah bagaikan seorang nenek tua yang
sedang berhias sedangkan tubuhnya banyak ulatnya.
Tingkat kedua mata hati yang
terbuka dan mendapatkan cahaya hidayah dari Allah, akan mampu menyaksikan
dengan keimanan tentang alam setelah jasad dan roh memisahkan, dia meyakini
bahwa ada alam setelah alam dunia ini, yaitu alam kubur, padang mashar, hari
pembalasan dan lain sebagainya.
Tingkat Ketiga apabila mata
hati semkin kuat dan hati semakin bersih maka ia akan memahami tentang alam
keabadian yaitu alam akhirat, kematian di dunia adalah awal dari sebuah
perjalanan alam keabadian, kematian hanya memisahkan jasad dan roh manusia, roh
manusialah yang nantinya akan menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan
semua amal yang dilakukan di dunia, ahli maksiat tidak akan bisa selamat dengan
kematian dan ahli taat tidak akan kehilangan pahala dengan kematian,karena
kematian adalah sebuah awal perjalanan menuju alam keabadian yaitu akhirat.
Mata hati yang terbuka akan
selalu merasa dilihat oleh Allah itu disebabkan karena keyakinannya yang sangat
kuat akan keberadaan Allah, karena keyakinannya tersebut maka jiwa akan tunduk
pada Allah, apapun yang Allah katakan dalam wahyunya akan ia laksanakan dengan
sepenuh hati termasuk meyakini semua ketentuan Allah yang Allah sudah atur,
hidupnya tidak akan dirisaukan oleh perkara dunia seperti rezki, kekayaan,
harta, jabatan, pasangan hidup, dan lain-lain, dia menyadari bahwa posisi di
dunia hanya sebagai seorang hamba, yang ia lakukannya hanyalah beribadah, semua
tindakan di alam dunia ini ia lakukan atas dasar ketaatan kepada Allah, dan ia
tidak akan mengusik-ngusik fungsi Allah sebagai maha pengatur kehidupan,
termasuk pengaturan rezeki, bila ia ditakdirkan menjadi orang kaya maka ia akan
bersyukur dengan menggunakan kekayaanya itu di jalan Allah, apabila ia
ditakdirkan menjadi orang miskin maka ia tidak akan mengeluh ia akan menjadi
orang yang bergembira dalam kesabarannya, ia akan selalu gembira seperti
gembiranya seorang kekasih yang sudah lama bertemu akhirnya bertemu, dalam
kemiskinan ia akan lebih taat dan dalam kejayaan ia akan semakin taat. Miskin
dan kaya hanyalah sebuah peran yang diberikan Allah kepada manusia. tidak ada
yang Allah bedakan yang menjadi ukuran bagi Allah adalah ketaqwaan hamba-Nya.
Orang-orang seperti inilah yang dijamin rezekinya oleh Allah.
Dia-lah yang memperlihatkan
kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit.
Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada
Allah). (Q.S Al-Mu’min ayat 130)
Seorang hamba yang mata
hatinya terbuka maka ia tidak akan dirisaukan oleh rezeki yang ia dapatkan,
baik banyak atau sedikit rezeki yang ia terima tetap ia akan bersyukur pada
Allah, karena baik banyak atau sedikit rezeki yang diterima oleh manusia tetap
semua itu milik Allah dan akan dikembalilkan kepada Allah, maka hidupnya akan
selalu tenang, dia tau kemana ia harus melangkah dan apa yang harus ia lakukan
karena semuanya sudah tercantum dalam Al-quran dan contoh pelaksanaanya sudah
ada dalam sosok Rasulullah, ia hidupnya hanya untuk ibadah. Semua aspek
kehidupannya akan tertuju kepada Allah, dia Shalat karena Allah, zakat karena
Allah, bekerja karena Allah, berkeluarga karena ingin ridho Allah, semuanya
untuk Allah. Kalau semuanya untuk Allah buat apa ia risau dengan sedikitnya
rezeki, buat apa ia berlaku tidak jujur sedangkan ia meyakini bahwa Allah maha
melihat,buat apa ia iri dengan orang yang hartanya lebih banyak dari dia,
banyak sedkitnya harta itu semua milik Allah.
Berbeda dengan orang-orang
yang dibutakan mata hatinya, karena ia hanya melihat dengan mata zahir maka
ukuran hidup pun hal-hal yang materil, apa yang membuat ia bahagia adalah
hal-hal yang sipatnya materil, seperti banyaknya harta, kuatnya kuasa, wanita
atau pria yang bagus rupa, segala usaha akan ia lakukan untuk mendapatkan
kebahagian, berbuat tidak jujur, seperti korupsi, kolusi itu dilakukan untuk
memenuhi hasrat akan dunia, bila ia mendapatkan harta maka ia akan menjadi
sombong dengan harta tersebut, dan ia akan tidak tenang dengan hartanya
tersebut ketakutan akan kehabisan harta sangat mengahatui dirinya, bila mana
hartanya habis maka ia akan setres. Dimana coba letak kebahagiannya kalau kita
menghamba pada dunia.
No comments:
Post a Comment